Minum obat Asma, koq berdebar sih

Atas saran Mas Dani, kali ini saya tidak membahas penyakit Asthma, lantaran sudah banyak yang mengulasnya, misalnya di wikipedia atau situs lain.

Sesuai judul di atas, maka saya ingin berbagi pengalaman perihal seluk beluk pemberian obat (terutama obat pereda sesak) pada penderita asthma.
Ketika baru datang ke Kaltim dan ditempatkan di Puskesmas Palaran awal 1987, saya dibuat terkejut lantaran cukup banyak penderita asthma di tempat tugas.
Kasus Asthma berat dinamakan Status Asmatikus, yakni asma yang sudah ngak-ngik, tanpa diperiksapun sudah kedengaran saat berhadapan.
Ada belasan orang pelanggan tetap penyakit ini. (sekarang makin banyak)

Minggu pertama kerja di Puskesmas, datang seorang penderita dengan Status Asmatikus. Pak Mantri pendamping saya mengatakan bahwa yang bersangkutan sudah tahunan menderita penyakit tersebut dan sudah terbiasa disuntik lewat lengan.
Setelah periksa sambil menanyakan keluhannya, selanjutnya saya nulis di lembar status sebagai berikut:

1. Injeksi aminofilin 1 ampul iv (suntik di lengan).
2. Injeksi Deksametason 1 ampul im (suntik bokong).
3. Obat oral ( obat minum)

  • Aminofilin 200 mg 3 x 1, 20 tablet
  • GG 3-4 x 1, 20 tablet
  • Prednison 3 x 1, 20 tablet.

( ini obat yang ada ketika itu, tidak ada pilihan lain)
Setelah injeksi, penderita tersebut mengatakan bahwa selama ini, setelah di suntik lewat pembuluh darah vena ( intravena ) rasanya enak, sesaknya berangsung berkurang, tetapi deg-degan (berdebar), badan lemas, tangan gemetar seperti tidak berdaya.

Nah itulah kesalahan saya.
Apa sih salahnya ?
Mestinya saya wajib memberi tahu lebih dahulu bahwa suntikan tersebut akan menimbulkan efek samping: berdebar, badan lemas, tangan gemetaran.
Kalau pada suntikan sebelumnya penderita mengalami hal tersebut, mestinya dosis obat dikurangi, dengan konsekwensi interval waktu berkurangnya keluhan makin lama, tetapi efek samping dapat diminimalisir.
Intinya dialog yang bersahabat dengan penderita mutlak diperlukan. Penderita bukan obyek semata dan efek obat individual, artinya tidak selalu sama untuk tiap penderita, walaupun penyakitnya sama persis.

Karena itu, bila akan memberikan obat asma, suntikan maupun obat minum, hendaknya selalu mengingatkan efek samping obat kepada penderita atau keluarganya, walaupun si penderitasudah biasa minum obat tersebut.
Jangan lupa pula menanyakan apakah selama minum obat ada efek samping seperti di atas.

Koq bahasa di atas masih sulit sih.
Baiklah saya akan memberikan contoh dalam bentuk dialogis.

Contoh: penderita Status asmatikus.

Dokter: ” Maaf pak Mat (misalkan namanya pak Mat), apa bapak pernah disuntik lengannya ?
Pasien:” belum pernah pak/bu dokter “. (sambil megap-megap)
Dokter: ” Pak Mat akan saya suntik lengannya, insya Allah akan mengurangi sesak lebih cepat. Mungkin nanti bapak merasa berdebar, lemas dan gemetar. Permisi ya pak “.
Bismillahirrohmanirrohim.
Nyussss.
Sambil nyuntik sampaikan pula bahwa suntikannya sakit karena disuntikkan di bawah kulit. (gak percaya coba sendiri)
Dokter: ” Sekarang suntik bokong pak, monggo “.Bismillahirrohmanirrohim.
Nyussss lagi.

Setelahnya, ajak omong-omongan.
Dokter: ” bagaimana pak, deg-degan apa tidak “.
Pasien: ” tidak pak/bu dokter “.
Berarti gak ada masalah tinggal ngasih obat minum.

Bila ternyata pasien mengatakan berdebar, lemas, tangan dan kaki gemetaran, langkah selanjutnya adalah sebagai berikut.
Dokter: ” ya pak, itu efek samping obat seperti yang saya jelaskan tadi, monggo duduk sebentar “.
Periksa denyut jantung, nadi sambil menjelaskan lagi bahwa efek tersebut bersifat sementara, nanti akan berangsur hilang.

Saatnya memberi obat minum.
Dokter: ” pak, obat yang ini adalah obat sesak. Minumnya 3 x 1 sehari. Bila minum 1 tablet berdebar atau lemas, dosis selanjutnya dikurangi menjadi 3 kali setengah. Bila minum setengah masih berdebar, dosis selanjutnya dikurangi tiga kali seperempat. Bila minum seperempat masih berdebar, bapak kembali ke sini ya. Nanti diganti yang lebih ringan.”
Jelaskan juga, bahwa efek samping tersebut bukan karena dosisnya tinggi, tetapi karena semua obat sesak memang mempunyai efek samping berdebar.
Setelah pasien mengerti, selanjutnya:
Dokter: ” yang ini adalah obat pengencer dahak, minumnya 3×1 sehari. Sedangkan yang ini anti alergi (misalnya memberi steroid), minumnya 3×1 “. Apa bapak sudah mengerti “.
Bila belum mengerti, diulang lagi sampai ngerti.
Jelaskan pula bahwa obat tersebut bisa dihentikan bila tidak sesak lagi, dan bisa dipakai ulang bila kambuh. ( kecuali antibiotika, harus habis)

Permasalahan.
Adakalanya (maksud saya seringkali) dokter kurang menjelaskan hal-hal demikian, sehingga ketika pasien merasakan berdebar dan lemas setelah minum obat sesak, maka pasien merasa gak cocok. Obat bisa dibuang atau pindah ke dokter lain. Dan bila dokter lain sami mawon, maka pasien merasa gak cocok lalu pindah dokter lagi. Pasien mutar muter keliling ke berbagai dokter padahal obatnya sebenarnya sejenis, hanya beda nama dagang.
Akibatnya, tidak terjadi pembelajaran. Selain itu pemborosan kan ?
Oya, kadang (maksud saya seringkali) dokter tidak memberi label fungsi obat dalam klip plastik. Malah ada juga (maksud saya seringkali) hanya lembaran keping obat lalu ditulis pakai spidol sekian kali sehari.
Mengapa ? Bukankah pasien memiliki hak untuk mengetahui apa yang akan diminum ?
(ada undang-undangnya lho )
Persoalan lainnya, bila pasen nebus obat ke apotik. Berapa persen apotik yang menjelaskan seluk beluk obat ?
Paling-paliang hanya sekian kali sehari, dihabiskan (bila antibiotika), sesudah atau sebelum makan. Itu saja. Betul apa betul ?

Bagaimana saya ?
Jangan khawatir, semua jenis obat saya beri label.
Sebelum mengenal komputer, pakai mesin tik. Setelah itu pesan ke percetakan, kemajuan.
Sejak punya komputer, cetak sendiri.

Wah maaf, koq seperti tutorial ya.
Mari berbagi, untuk perbaikan kualitas pelayanan dan pembelajaran kepada sesama.
Saya selalu mengatakan ini kepada para sejawat, walaupun ada yang menentang juga dengan beragam alasan.
Di berbagai kesempatan sayapun sering mengatakan sebagai berikut:
” Tidak usah kuatir gak laku, rejeki ada yang ngatur. Makin banyak kita memberi informasi, bukannya pasiennya lari tetapi akan memupuk empati dan pada gilirannya tanpa diharapkan malah menumbuhkan rasa percaya “.

Apakah anda setuju ?
Atau menolak ?
Dan kepada pembaca, apa yang penjenengan harapkan dari layanan kesehatan ?
*halah, koq koyok pejabat*

Selamat berakhir pekan

49 Tanggapan to “Minum obat Asma, koq berdebar sih”


  1. 1 Dani Iswara 28 Januari 2007 pukul 3:49 am

    ya pasien asma masuk kategori ‘setia’
    kl dah pas obatnya, pas sakit ya balik lg
    apalagi kl advisnya jg pas..komplit

    kl dokternya tipe yg mau nerangin,
    sugestinya berlipat.. 😀

  2. 2 cakmoki 28 Januari 2007 pukul 8:08 am

    @ Dani Iswara,
    biasanya pasiennya malah pinter-pinter.
    Seandainya di poli RSUD dilengkapi LCD monitor, informasi bisa asyik.
    Nunggu Mas Dani jadi direktur. 😀

  3. 3 Dani Iswara 29 Januari 2007 pukul 11:19 am

    emoh jd direktur..ntar diprotes cakmoki 😀
    plg ngga di tiap yankes kan biasanya ada siaran warta kesehatan kayak radio gitu..

    LCD monitornya utk apa ya cak,

    siaran TV nya didampingi LCD utk promosi kesehatan?
    pasti lbh rame yg nonton sinetronnya.. 😀

  4. 4 cakmoki 29 Januari 2007 pukul 2:07 pm

    @ Dani Iswara,
    Kalo bagus ndak ada yang protes dong, malah jadi tempat belajar.
    Iya, LCD Monitor kayak di Bandara, untuk promosi kesehatan audiovisual, jadi pengunjung nunggu sambil mendapatkan informasi.
    Misalkan, di poli penyakit dalam ditayangkan informasi tentang dispepsi, malaria, dll.
    Saya bikin maunya untuk di ruang tunggu praktek, gagal konversi dari flash ke vcd, mungkin salah setting kecepatan frame. Belum sempat memperbaiki.

  5. 5 helgeduelbek 30 Januari 2007 pukul 8:16 am

    Wah keterlaluan jika orang awam seperti saya tidak paham bahasa yang sampai gunakan pak.
    Kadang ada beberapa dokter yang tidak mau komunikatif memberikan penjelasan saat konsultasi atau berobat. Mereka kadang menunggu pertanyaan, padahal pasien kebanyakan tidak tahu mau ngomong apa.
    Terimakasih Cak. Saya dapat banyak tambahan pengetahuan, mungkin kelak saya bisa beralih fungsi jadi dokter setelah banyak membaca blog Seperti blog sampean ini. 😀 Matur Nuwun

  6. 6 cakmoki 31 Januari 2007 pukul 12:10 am

    @ helgeduelbek,
    Sebenarnya sudah ada mata kuliah hubungan pasien dokter Pak, mungkin saja temen-temen dokter lupa, atau seperti yang ditulis dr. Kartono Muhammad bahwa kebanyakan dokter wegah menjelaskan.
    Padahal selama ini, yang saya rasakan, makin banyak menjelaskan makin akrab.
    Pak Guru bisa dong menyebarluaskan, jadi dokter. hehehe.
    Terimakasih

  7. 7 mina 31 Januari 2007 pukul 1:03 am

    cak, ada ya mata kuliah itu?
    kalau untuk mahasiswa sekarang yang dapet KIPDI III sih ada, diselip2kan di mana-mana, termasuk Skillab.

  8. 8 cakmoki 31 Januari 2007 pukul 1:53 am

    @ mina,
    Ya, bisa di selip2kan tergantung dosennya. Di UI ada mata kuliah khusus hubungan pasien-dokter, sayang materinya saya gak punya.
    Yang spesifik dan hal-hal kecil seperti di atas, hanya berbagi pengalaman di praktek.
    Farmako sih lengkap, tapi saya tanyak mhs, ngga sampai hal-hal kecil.
    Ntar semester akhir, kalo jadi saya diberi tugas mendampingi co-ash selama 2 bulan di lapangan, bisa nanya-2 mereka.

  9. 9 tukangkomentar 31 Januari 2007 pukul 2:51 am

    Bagaimana dengan obat hisap/inhalatif? Apakah belum tersebar di Indonesia? Kalau nggak salah saya pernah dengar Symbicort ada di Indonesia.
    Sedikit ralat: istilah status asmatikus digunakan untuk exacerbation atau kambuhnya asma yang tidak membaik selama berjam-jam bahkan berhari-hari.
    Kalau yang anda sebutkan di atas adalah stadium 3 s/d 4.

    “……. bahwa kebanyakan dokter wegah menjelaskan.”
    Wegah bukan hanya berarti malas, tetapi sayangnya hubungan atau komunikasi antara pasien dan dokter di Indonesia masih seperti hubungan antara manusia dan dewa berbaju putih. Sering saya dengar keluhan teman-teman atau kenalan-kenalan, bahwa:
    1. memang banyak dokter Indonesia yang nggak mau menjelaskan.
    2. Kalaupun menjelaskan ya gitu, gitu saja. Contoh: seorang kenalan kena kanker paru-paru, setelah di CT (computertomografi) sang dokter “pakar” cuma bilang:”Nggak bisa di operasi lagi.” Titik, wis, tanpa penjelasan lagi.
    3. Kalau di tanya agak kritis banyak yang marah. Contoh:”Ah, kamu tahu apa?” Perhatikan: pakai sebutan “kamu”, coba simak sendiri, sopan nggak? Lalu kok tersinggung dan marah. Simak lagi: patut nggak?
    4. mungkin wegahnya karena nggak bisa/tahu? Tapi kan bisa baca, nggih to?

  10. 10 cakmoki 31 Januari 2007 pukul 4:59 am

    @ tukangkomentar,
    Obat inhalasi untuk asma tentu banyak di Indonesia Pak, termasuk Symbicort inhaler.
    Ilustrasi di atas adalah kejadian awal 1987 di Puskesmas Kalimantan Timur.
    Soal Status asmatikus, benar, adalah episode eksaserbasi akut bisa karena kegagalan (respon) pengobatan jangka panjang, atau karena faktor pencetus.
    Definisi pendek:
    Status asthmaticus is an acute exacerbation of asthma that does not respond to standard treatments of bronchodilators and corticosteroids. Symptoms include chest tightness, rapidly progressive dypsnea (shortness of breath), dry cough and wheezing.
    Maaf, status asmatikus sudah tentu stadium berat.

    Yang saya gambarkan adalah contoh tentang penatalaksanaan, keterbatasan sarana dan komunikasi dokter-pasien.
    Kalau sekarang, di Puskesmas Perawatan Kecamatan kami sudah ada nebulizer dan penunjang kedaruratan yang dibeli sendiri. (bukan dari pemerintah). Terimakasih ralatnya. 😀

    Tentang wegah, … 4 item yang penjenengan tulis, benar adanya. hehehe.
    Malah ada yang bilang begini:”dokternya saya apa situ”, atau “mau sembuh apa enggak”. *halah, dokter koq nesuan to*
    Monggo, kita ingatkan rame-rame untuk perbaikan.

  11. 11 tukangkomentar 31 Januari 2007 pukul 1:48 pm

    Mas Cakmoki,
    memang sudah saya baca, bahwa situasi itu terjadi pada tahun 1987. Pertanyaan saya mengenai obat hisap itu mengenai masa sekarang ini. Saya sudah agak lama cari info yang jelas mengenai hal ini.
    Sekali lagi pertanyaan saya: obat hisap/inhalatif apa saja yang sudah bisa dibeli di Indonesia? Berapa harganya?
    Saya di Jerman berkerja dengan paling tidak 15 macam obat tersebut, sehingga pilihannya cukup banyak dan bisa disesuaikan dengan kemampuan individual pasien. Karena menurut pengalaman saya, pasien yang sudah mencapai stadium 4 biasanya tidak mempunyai flow inspiratoris yang cukup untuk menghisap Symbicort secara optimal. Untuk itu ada bentukan yang lain.
    Yang anda maksud nebulizer itu apakah yang berkerjanya dengan listrik? Kalau ya obat apa yang anda pakai?
    Maaf pertanyaannya berentet dan mungkin agak off topic. Mungkin kita bisa berkomunikasi lewat mail? Kalau anda nggak keberatan? Saya sedang mempersiapkan makalah kecil tentang penyebaran obat inhalatif di negara ke-3 dan alternatifnya (nebulizer listrik) dan strategi pengobatannya.
    Matur nuwun sebelumnya.

  12. 12 cakmoki 31 Januari 2007 pukul 4:54 pm

    @ tukangkomentar,
    Walah, maaf Pak.
    Obat asma inhaler yang ada dan bisa dibeli di Indonesia, sepengetahuan saya:
    Allupent (Boehringer Ingelheim/Rp72.000), Atrovent (idem/104.000/20ml), Beclomet Easyhaler (Alpharma/231.000), Becotide (Glaxo/100mcg: 148.000), Berodual (83.000), Berotec (200mcg:115.000), Bricasma (125.000), Buventol easyhaler (148.000), Combivent (75.000), Seretide (50 inh:172.000), Serevent (132.000), Symbicort (3 kemasan: 159.000/206.000/358.000), Ventide (114.000), Ventolin (68.000).
    Mungkin masih ada yang ketinggalan. Soal harga, biasanya gak sama tiap apotik dan tiap kota. *harga bisa berubah tanpa pemberitahuan* (sumber harga: MIMS Indonesia, edisi 103 tahun 2006).

    Untuk Nebulizer, pakai listrik. Kami memakai Berotec 40ml seharga Rp115.000,-. Rata-rata hasilnya bagus, namun ada beberapa pasien yang merasa tidak nyaman dengan nebulizer (tambah ampek), pada kasus demikian bisa kami atasi dengan nebulasi bertahap, yakni merenggangkan maskernya lalu pelan-pelan dirapatkan.
    Beberapa pasien pengguna inhaler, yang suatu saat tertentu tidak respon terhadap inhaler, kami berikan injeksi subkutan dan intramuskuler plus obat oral untuk rawat jalan.
    Atau nebulizer dan intravenus untuk untuk short care.
    catatan: harga nebulizer di Indonesia bervariasi mulai yang portable sekitar 370 ribu sampai 3 juta
    Untuk lebih luas bisa saja kita berbagi via email.
    Saya sudah pernah bikin versi presentasi flash, hanya filenya besar, upload gagal terus.
    Wah saya tunggu makalahnya, terutama strategi pengobatan yang “teknis medis”.
    Maturnuwun.

  13. 13 tukangkomentar 4 Februari 2007 pukul 3:04 pm

    Mas Cakmoki,
    maaf lambat reaksinya.
    Bagaimana dengan daya beli masyarakat? Apakah sanggup membeli obat-obat tersebut?
    Apakah di Indonesia banyak penderita COPD dan/atau Asthma bronchiale? Bagaimana dengan alergi (allergic asthma bronchiale)? Maaf banyak pertanyaannya.
    Strategi saya saya sesuaikan dengan guide lines stadium dan pengobatan dari WHO yang agak saya sesuaikan dengan kenyataannya.
    Banyak penderita COPD stadium lanjut di Jerman yang tidak bisa menggunakan obat inhalatif secara betul, sehingga efeknya tidak seperti yang diharapkan (malah efek sampingannya yang muncul), karena usia lanjut atau karena sudah parahnya penyakitnya, sehingga flow inspiratorisnya (daya hisapnya) tidak cukup lagi. Dalam hal seperti itu saya terapkan inhalasi dengan nebulizer dengan NaCl 0,9% dan tambahan Ipratropiumbromid (Atrovent) 10 s/d 15 tetes dan 5 s/d 10 tetes salbutamol 2 s/d 3 kali per hari, per inhalasi sampai 10 menit. Untungnya di jerman alat nebulizer itu biasanya dibiayai oleh asuransi. jadi saya bisa sering meresepkannya. Ini tentu saja di samping obat-obat yang lain (theofilin dsb.).
    memang di Jerman terdapat lebih banyak obat hisap antiobstruktif, jadi malah membingungkan.
    kalau saya memfavoritkan paling 10 macam, sedangkan yang sering saya berikan paling 5 macam. Jarang sekali saya harus memakai yang lain.

  14. 14 cakmoki 4 Februari 2007 pukul 4:45 pm

    @ tukangkomentar,
    Walah satu profesi tho, hehehe. Ngga bilang-bilang. Maaf, rupanya njenengan lebih ahli dalam hal ini.
    Di tempat kami (Kecamatan), sebenarnya golongan menengah ke bawah, namun mampu beli, yang penting diberi pengertian. Puluhan penderita memakai inhaler.
    Untuk COPD dan/atau Asthma bronchiale di Indonesia saya ngga mendapatkan angka riil, yang ada hanya masing-masing RS, itupun ngga semua ekspos Data. Sayang sekali, padahal trend meningkat dan perlu penanganan khusus.
    Sedangkan di tempat kami kedua kasus tersebut (COPD dan/atau Asthma bronchiale dan allergic asthma bronchiale) cenderung naik tiap tahun, terbukti kunjungan ke praktek nambah pasien baru. Saya sudah konsul ke spesialis paru, memang ada trend begitu.
    Kasus COPD masalahnya ternyata sama Pak, flow inspirasi rendah dan rata-rata disertai decomp. Hanya saja nebulizer portable belum friendly, jadinya penderita ke Rawat Inap. Kami juga ingin melengkapi dengan Atrovent dan Beclomethasone, sementara masih Berotec. Oralnya kami siapkan 3 pilihan, salbutamol, euphyllin retard dan terbutaline sulphate.
    Bagaimana dengan kombinasi Ipratropium br dan feneterol ? Bagus nggak ?
    Dan menurut pengalaman klinis bapak, mana diantara 5 jenis inhaler tersebut yang enak untuk Pasien ? Walaupun individual rasanya perlu juga sebagai bahan pertimbangan, nggih to.
    Wah saya senang dapat tambahan ilmu. Makalahnya ditunggu.
    Maturnuwun.

  15. 15 tukangkomentar 4 Februari 2007 pukul 5:29 pm

    Kalau maksud anda ipratropiumbromid dan feneterol (Berodual)sebagai campuran untuk diinhalasi dengan nebulizer ya bagus.
    Sebagai obat terus sebagai spray kalau saya kurang senang, karena baik ipratropiumnya maupun feneterolnya kan cuma short acting meds saja (paling max. 3 -4 jam).
    Saya lebih suka memberi yang long acting, seperti formoterol (dalam bentuk kombinasi dengan budesonid= symbicort atau mono: oxis di Jerman) atau salmeterol (kombinasi dengan fluticason= di Jerman namanya viani atau atmadisc, atau mono ya yang serevent itu), karena acting timenya sampai 12 jam. Dan favorit saya satu lagi yang namanya Foradil (formoterol dalam bentuk bubuk dan ada dalam bentuk spray).
    Sekarang ada anticholinergika long acting (triotropiumbromid=spiriva) yang diberikan hanya 1 x saja per hari sebagai terapi tambahan.
    Mssalah inhaler:
    1. Symbicort: tidak ada rasanya dan sulit dicheck apa inhalnya sudah betul Jadi banyak yang ragu-ragu, sehingga coba-lagi, coba lagi. Saya waktu di praktek (saya sekarang di rumah sakit, tapi kadang-kadang mewakili kolega praktek yang cuti) beberapa kali menemui pasien yang diberi Symbicort ataupun Oxis baru, tapi seminggu kemudian datang lagi dengan tachykardi dan obatnya (yang seharusnya minimal untuk 30 hari) sudah habis.
    2. Serevent atau Viani (kombi salmeterol dan fluticason): memang bisa di rasakan manis-manis dikit, tapi tetap ada yang ragu-ragu. Dan karena bentuknya, diperlukan teknik tersendiri (seperti juga Symbicort) untuk bisa menghisapnya secara betul dan efektif. Sering kaum uzur kewalahan, karena harus diklik dulu tombolnya ke bawah dsb.
    3. Yang menurut pengalaman saya cukup memuaskan ya yang namanya Foradil ini. Pakai kapsul isi bubuk, dimasukkan devicenya, lalu diperforasi dengan jarum-jarum dengan menekan kedua tombolnya. Kalau menghisapnya bagus, akan terdengar bunyi “trrrrrrrrr” sebagai kontrol pertama, sebagai kontrol kedua bisa dilihat apa kapsulnya sudah kosong.
    4. Kalau spray kebanyakan memang bagus, tapi pasien cenderung merasakan seperti bau/rasa apek. Tapi banyak juga yang bisa dan puas.

    Masalah utamanya sebetulnya ini: pertimbangan kita sebagai dokter (memutuskan secara individual) dan menjelaskan caranya secara mendetil kepada para pasien.

    Oh, ya, sekarang ada kortison inhalatif baru yang baru diaktifkan target organnya, jadi di alveola dan bronchioli generasi 10 ke bawah.
    Karena itu nggak menimbulkan infeksi jamur di tenggorokan seperti fluticason dan budesonid (kalau yang dua ini sesudah penggunaan harus kumur tenggorokan atau menggunakannya sebelumsarapan/makan). Yang baru ini namanya ciclosenid dan saya sudah membuat pengalaman yang bagus dengan obat baru ini (weh, kok reklame).

    Sebagai obat oral atau intravenos saya cuma membatasi dengan teofilin dan kortison (terbutalin dsb. juuaarang sekali). Dan sampai saat ini cukup.

    Satu lagi: bagi yang COPD-nya sudah stadium lanjut sekali, tentu saja perlu terapi tambahan, seperti: Oxigen, pengobatan jantungnya (kalau sudah kena cor pulmonale) dsb, dan kalau sesak nafasnya sudah tidak bisa dikurangi lagi dengan obat-obat tersebut di atas, bisa diberi morfin dalam dosis rendah (2 – 3 x 10 mg per hari). Ini bisa mengurangi “perasaan” dyspneanya dan banyak pasien yang merasakan lebih baik.

    Maaf jadi panjang, senang sih bisa ngobrol dengan anda dan membagi sedikit pengetahuan.
    Anda domisilinya di mana? Kalau nggak kebertan bisa di kirim lewat mail saya.

  16. 16 cakmoki 4 Februari 2007 pukul 6:19 pm

    @ tukangkomentar,
    Wah ini pengalaman menarik, selama googling belum ada situs yang nulis teknis medis. Semoga temen-temen bisa juga mengambil manfaat dari pengalaman njenengan. Nggak apa panjang, memang nggak bisa disingkat kan …
    Ok saya setuju dengan kontak via email.
    Saya tinggal di Samarinda, tepatnya kecamatan Palaran, daerah industri perkayuan, sekitar 15 km dari kota. Di Samarinda ada 2 spesialis paru, yang 1 (kakak kelas saya) sering saya konsul pada beliau, satunya tidak begitu akrab. Di kecamatan kami ada Puskesmas Perawatan yang cukup representatif untuk ukuran Indonesia, design nya nggambar sendiri, ber ac, punya blog. (Hasil loby dengan dprd dan walikota). hehehe.
    Obat beli sendiri, makanya bisa beli inhaler, nebulizer dll. Kalo minta Pemerintah kan nggak mungkin. Yang penting pasien bisa menjangkau. Yang miskin nggak mbayar walau diberi inhaler.

    Nah di kota kami agak kesulitan masalah obat (khususnya inhaler). Saya pernah pesan long acting (serevent), sulit sekali. Kadang cuman dapat 1, jadinya nggak banyak pilihan. Foradil sepertinya belum ada.
    Kasus asma anak di daerah kami lumayan, tiap hari ada di praktek.
    Beberapa yang berobat ke poli anak RSUD malah dapat obat KP, bahkan rata-rata diulang sampai 12 bulan, ada yang 2 tahun.
    Tentu saja sesaknya ngga hilang.
    Pernah beberapa pasien yang mendapatkan obat KP saya konsulkan ke spesialis paru, ternyata tidak satupun yang KP. (saya berencana nulis postingannya)
    Oya, jenis steroid baru (ciclosenid) diposting dong.
    Maturnuwun sudi berbagi. 😀

  17. 17 tukangkomentar 4 Februari 2007 pukul 6:56 pm

    Tahun lalu saya pulang dengan membawa beberapa kemasan obat-obat itu, lumayanlah bisa membantu teman-teman yang nggak mampu. Tapi karena sedikit ya cara pemakaiannya saya modifikasi dikit. Saya anjurkan untuk yang long acting: cuma 1 kali per hari, tergantung seringnya sesaknya, jadi bisa meringankan penderitaan agak lama.
    Syukurlah bisa cukup.
    Sayang Mas Cakmoki tinggalnya jauh, kalau nggak bisa lebih nggayeng ngobrolnya dan tukar pengalaman, ya? (sambil ngopi tapi tanpa ngudut, lho).
    Numpang tanya lagi (maaf lho :)):
    sebagai dokter ahli paru, infra strukturnya bagaimana? Alat apa saja yang tersedia? Apakah ada bronkoskopi atau spirometri?
    Maaf kalau kadang istilah yang saya pergunakan dalam bahasa Indonesia yang nggak biasa atau dalam bahasa asing, habis saya hidupnya di sono sih, jadi istilah-istilah kedokteran Indonesia banyak yang nggak saya kenal.
    Apakah ada buku kumpulan istilah kedokteran bhs. Indonesia?
    Mengenai ciclosenid akan saya usahakan secepatnya.

  18. 18 cakmoki 4 Februari 2007 pukul 7:52 pm

    @ tukangkomentar,
    Maaf, maaf, saya dokter umum bukan ahli paru. Makanya tulisan saya umum-umum kan. hehehe.
    Di RSUD Samarinda sudah ada Spirometri, sedangkan Bronkoskopi rusak belum beli lagi (info dari dr. H. Emil Bachtiar Moerad SpP).
    Se provinsi Kalimantan Timur dokter ahli paru hanya 4 orang, 2 di Balikpapan, 2 (dr Emil dan dr Susan) di Samarinda, sedangkan 10 kota lainnya ngga ada.

    Tentang istilah kedokteran di Indonesia sudah ada kamusnya. Lumayan, ada istilah asli latin-nya, jadi bila njenengan kalau pulang ke Indonesia, bisa lihat-lihat.
    Ceritanya sudah menetap di Jerman ya.

  19. 19 tukangkomentar 4 Februari 2007 pukul 8:05 pm

    Matur nuwun. Ya, saya sudah menetap di Jerman, biarpun di dalam sekali masih ingin nyumbang untuk tanah air, tapi keluarga (istri orang sono) belum pasti mau ikut dan pasti sulit juga untuk saya dapat tempat di Indo (bukankah tahun 2010 mendatang pasar kerja akan dibuka?).
    Tahun 85-an saya pulang dan ingin kerja di tanah air, tapi dipersulit setengah mati (sampai nunggu ijin saja 2 tahun, sehingga keng garwo jadi kuatir, padahal si dianya cinta Indonesia juga setengah hidup) dan waktu adaptasi juga dihina-hina oleh yang namanya senior. Tapi nggak apa dah, saya sekarang sudah lumayan kok.
    Tapi ya itu, masih merasa ada tali tersembunyi yang menarik-narik saya ke wetan.
    Sementara saya doakan saja dah, supaya Indonesia maju terus dalam segala hal.

  20. 20 cakmoki 4 Februari 2007 pukul 8:25 pm

    @ tukangkomentar,
    Sebenarnya di tanah air masih banyak kekurangan dokter ahli. Tapi urusan dengan Depkes sulitnya minta ampun. Teman saya ahli penyakit dalam keluar dari depkes gara-gara dimintai uang sekian puluh juta waktu pindah tempat.
    Walau jauh di sono yang penting kan sama-sama nolong orang.
    Apalagi njenengan sudah berbagi ilmu dan pengalaman, akhirnya bermanfaat bagi saya dan mudah-mudahan sekitar saya juga.
    Terimakasih do’anya. Semoga njenengan sukses.
    Salam untuk keluarga.

  21. 21 Yusuf Alam Romadhon 7 Februari 2007 pukul 11:17 am

    masalah komunikasi dokter pasien sering kali tidak pernah diperhatikan… sehingga pasien sering salah informasi.. salah praduga.. dan akibatnya bila efek samping timbul baru ada masalah.. masih untung pasien mau kembali mengutarakan keluhan efek sampingnya.. tetapi akan sangat jadi tambah keruh manakala.. pasien mengirimkan komplain tersebut ke media atau kembali ke tempat praktik dokter dengan didampingi pengacara… biaya kesehatan menjadi sangat tinggi..
    masalah ini selama saya mengikuti pendidikan dokter tidak pernah mendapatkan penekanan.. akibatnya banyak dokter-dokter baru harus “kejebles-jebles” dengan kenyataan yang diilustrasikan Cak Moki..
    Salut atas postingnya OK inspiratif
    salam kenal cak moki

  22. 22 cakmoki 7 Februari 2007 pukul 6:16 pm

    @ Yusuf Alam Romadhon,
    Wah ini masukan untuk para dekan FK atau bidang kurikulum di tanah air, agar memperhatikan usulan Mas Yusuf.
    Ok, salam kenal juga, langsung saya link ya.
    Trims.

  23. 23 Lily 11 Juni 2007 pukul 11:49 am

    Berhubung tau blognya Cak masih baru,
    jadi gak pernah baca postingan ini.. :p

    Mau tanya ttg Asma nih, boleh gak Cak? 😉
    (anggap aja boleh.. ;p)

    Saya penderita asma juga (eh, nulisnya harus ‘asthma’ ya? ;p),
    entah sejak kapan,
    kayanya sejak SMP tapi mungkin juga sejak lahir karena keturunan (kakak tiri satu ibuku penderita asthma juga, malah mungkin sudah asmatikus berhubung sering bunyi ngak-ngik-nguk gtu..).

    Klo aku rasanya belum segitunya,
    kalau lagi batuk, flu, kecapean, abis beberes rumah (berhubung aku alergi debu barang2 lama juga, kayanya..), atau kebanyakan ketawa (ironis ya.. ;p),
    kadang2.. kumatlah dia.

    Dulu (pas SMP klo gak salah..),
    gara2 pernah sakit demam-flu dan kumat asmanya,
    dikasih suntikan sama dokter umum 24 jam tempat ku berobat,
    trus obatnya disuruh minum Neo Napacin aja,
    klo sesak.

    Efek sampingnya ya gtu,
    persis seperti yang Cakmoki gambarkan..
    Tapi saya malah ngerasa agak2 enak kadang2 karena rasanya seperti teler padahal gak ‘ngobat’, huahaha.. ;p
    (PS: Bukan berarti saya ngobat lho.. ;p Hanya lucu aja rasanya, teler yg halal.. ;p)

    Akhirnya klo pas kumat dan mau minum obat,
    tapi ada kerjaan jadi gak mungkin teler2an.. ;p
    Aku minum Neo Napacin-nya setengah tablet aja.

    Trus,
    sejak SMA mengenal Ventolin, dari kakak yang Asmatikus itu..
    Sejak saat itu tiap udah agak berat dikit napasnya,
    aku pake Ventolinnya dengan cara persis seperti yang ada di labelnya (jadi aku gak pernah konsul ke dokter dlm penggunaan Ventolin ini).

    Yg aku mau tanya, is it safe?
    Apa yg aku lakukan itu aman?
    Karena sudah lama bgt aku gak konsul ke dokter tentang asma ini..
    Karena tiap kumat dan pake Ventolin,
    langsung beres.
    Jadi aku gak ngerasa butuh ke dokter.

    Thx before buat jawabannya ya Cak! 😉

  24. 24 cakmoki 11 Juni 2007 pukul 5:12 pm

    @ Lily,
    Udah betul koq mbak. Obat asma *nulisnya bebas ajalah 😉 * pada dasarnya bekerja melebarkan saluran nafas (bronkodilator), jenisnya banyak. Setiap orang yg asma bisa memilih yg paling nyaman dan minim efek samping.
    Kalo dengan Ventolin enak, bisa dipakai jika hanya kambuh atau merasa udah mulai batuk-batuk dan nafas berat.

    Jadi jawabannya: aman bosss.
    Tindakan pengaturan dosis juga sudah betul, kalo berdebar, teler atau sejenisnya, tinggal mengurangi dosisnya saja.
    seperti halnya ventolin, isinya salbutamol, ada yg bentuk tablet, syrup dan inhalasi. Kalo pas kambuh dan gak punya ventolin bisa pakai salbutamol merk lainnya. Adapun obat batuknya, menurut saya pakai yg pengencer dahak seperti: ambroxol dan sejenisnya.
    Sebaiknya selalu ready kemanapun njenengan pergi *untuk jaga-jaga*

    Hehehe, sebenarnya sudah terjawab sendiri.

  25. 25 Lily 13 Juni 2007 pukul 1:13 pm

    Wah iya, makasih banyak Cak.. 🙂
    Senengnya aku diapprove dokter,
    abis seringnya dokter kan nyalah-nyalahin (walau mungkin emang bener salah, tapi pasien kan kadang bandel juga.. ;p), hehehe.. ;p

    Thanks a bunch, Cak! 😉

  26. 26 cakmoki 13 Juni 2007 pukul 6:20 pm

    @ Lily,
    sama-sama mbak 🙂

  27. 27 ahmad 28 Desember 2007 pukul 9:22 pm

    mas, apa pemakaian ventolin tidak menyebabkan candu????
    evek dari pemakaian ventolin itu apa yaa….

  28. 28 cakmoki 29 Desember 2007 pukul 12:58 am

    @ ahmad,
    enggak, kan makainya kalo pas kumat doang, dan itu diperlukan supaya gak tambah sesak.
    efek sampingnya cuman “berdebar” kadang disertai lemas seperti tanpa daya, namun bisa dihindari dengan mengatur dosisnya dan kalaupun ada efek berdebar, ntar hilang dengan sendirinya … 🙂

  29. 29 bob 12 Oktober 2008 pukul 3:37 pm

    q tu dah dr SMP sdh berat napasny. nah, wktu kemah q prtma x kna serangan asma,tu smp pk acara pingsan sgala lg. q prksa k RS besar d solo. katany cm bronkitis.tiap x dprksa jwbnny cm gangguan saluran napas,bronk, tp g blg klo asma. nah,4bln stlh q kna serangan asma pertama q dah ganti dktr tuk k sekian x.dan bru x itu q didiagnosa asma.padahal slma 4bln itu smggu sx q pingsan kna serangan asma.n bru skrg q bs brnapas dg obat yg tepat. hufh,diagnosa yg sgt trlambat…

  30. 30 cakmoki 12 Oktober 2008 pukul 6:14 pm

    @ bob:
    hehehe… udah terlanjur banyak keluar duit ya 😀
    Sebenernya untuk menegakkan diagnosa asma sangat mudah ..kalo bunyi ngik saat sesak atau saat diperiksa pake stetoskop ada perpanjangan ekspirasi … asma (kalo hanya mengandalkan rontgen, hasilnya selalu bronkitis)… Trus selanjutnya memilihkan obat yg tepat dan menganjurkan supaya selalu siap obat yg paling cocok agar gak perlu repot saat kambuh …
    Makasih share-nya ya 🙂

  31. 31 Lia 7 Juli 2009 pukul 2:10 am

    Hi dokter moki..
    Saya mau tanya nih, dulu wkt saya msh sd kelas 5 pernah d vonis mengidap bronkhitis dan setelah pengobatan rutin krng lebih 2 thn saya dnyatakan sembuh. Tapi yg sy tkut kan apkh pnykt saya brkemungkinan kambuh ? Dah apakah benar org yg mengidap bronkhitis dilarang makan durian, rambutan, coklat dan snack2 kyk chitato dsb ?

  32. 32 cakmoki 8 Juli 2009 pukul 12:28 pm

    @ Lia:
    Hai …
    Pengobatan rutin 2 tahun ? Menggunakan obat apa?
    Bronkhitis adalah peradangan pada saluran bronkus yg kebanyakan disebabkan oleh infeksi dan alergi.
    Jika karena infeksi, maka bronkhitis akan sembuh setelah mendapatkan pengobatan. Tapi bisa terinfeksi lagi jika ketularan atau terpapar oleh mikro-organisme.
    Jika bronkhitis disebabkan alergi oleh alergen tertentu (cuaca, dingin, debu, asap, dll), maka suatu saat bronkhitis (alergi) tersebut bisa muncul jika terpapar oleh alergen (pemicu alergi) melebihi ambang batas daya tahan tubuh.
    Penderita alergi karena sebab apapun, tidak ada larangan makanan apapun. Artinya, bebas makan apa saja.
    Trims

  33. 33 Lia 20 Juli 2009 pukul 4:24 am

    Sebenarnya pengobatan periode pertama 8bln dok, tp di tahun berikutnya saya dnyatakan kambuh lagi lalu menjalani pengobatan lg selama krng lebih 1 tahun. Saya lupa apa aja obat yg d berikan dokter karena waktu itu saya masih kelas 6 SD tp seingat saya waktu itu ada obat syrup pyravit dan bronchopront lalu berbagai macam pil yg hrs rutin saya minum tiap hari. Saya juga mendapatkan obat suntikan 20x dan di jadwal 1 minggu 3x dok…

  34. 34 cakmoki 20 Juli 2009 pukul 4:53 pm

    @ Lia:
    Pyravit berisi INH dan Vit B6, dan jika obat yang lain mengakibatkan warna kencing menjadi merah, kemunginan obat-obat tersebut adalah obat TBC. Jika enggak, mungkin bukan obat TBC.
    Sedangkan bronchopront adalah ekspektoran, alias pengencer dahak.
    Sayangnya kita gak tahu obat-obat yg pernah diminum saat itu.
    Trims

  35. 35 korban 5 Juli 2010 pukul 8:24 pm

    weleh2.. tobat ane pake yang namanya aminofilin sama GG. gara2 konsumsi dua obat itu bikin tubuh drop. sebenernya pake obat ini hanya untuk jaga2. tapi kepake juga sampai 4 tahunan (kalau lagi krasa aja). tapi akhirnya malah sering kerasa jantung berdebar2 bahkan mungkin berpengaruh ke psikis. abis tiap cek dikasihnya obat itu mulu.
    akhirnya dapet info juga kalau obat tersebut SUDAH TIDAK direkomendasikan lagi. whuuuuaduh…!!!!!!!!!
    pantes aja sekarang badan sering drop alias loyo ma debar2.
    di suruh ganti baru : SPIROPENT dan RHEMAFAR(atau SOMEROL)dan dahgak kerasa debar2.
    Untuk Anda penderita Asma : JANGAN MAU DIKASIH AMINOFILIN dan GG.

  36. 36 cakmoki 6 Juli 2010 pukul 1:06 am

    @ korban:
    Maaf, sampeyan keliru dapat info… obat tersebut masih digunakan secara internasional… kalaupun seseorang berdebar, itu dikarenakan respon tubuh yang berbeda-beda… solusinya gampang, turunin dosis atau ganti obat lain… 😀
    Spiropent pun pada beberapa orang bisa menimbulkan drops, berdebar dan loyo…. itulah yang dimaksud dengan : setiap obat bisa menimbulkan respon yang berbeda – beda pada masing-2 orang… gitu lho, Mas.
    Pengalaman pribadi sampeyan, sama sekali tidak bisa dijadikan acuan untuk semua orang.

  37. 37 simbok 23 Juli 2010 pukul 9:47 pm

    saya dari tahun 2000 dikatakan kena asma bronkitis. trus dapat obat sirup2 gitu. tapi gak dapat obat pelega napas, jadi seminggu ngos ngosan gsk bisa napas. dan bahkan sampek sekarang selalu setelah diberi resep obat pengencer dahak malah semakin sesak…..
    akhirnya dapat rekomendasi dari teman yg dokter, suruhb pakai ventolin inhaler…..
    pertanyaan saya : sehari dosisnya maksimal berapa semprotan cak moki? misal sehari pas malam jam 12tengah malam sesek trus semprot dan sembuh,eeh…pagi hari jam 8 misal kena angin dan debu trus sesek lagi, boleh gak pakai ventolin lagi.
    trus katanya ventolin ni seminggu sekali kudu dubersihin, caranya gimana cak?
    soalnya keterangnnya basa inggris semua, gak mudeng maksudnya,
    tengkyu cak…

  38. 38 cakmoki 24 Juli 2010 pukul 2:35 pm

    @ simbok:
    Ventolin inhaler dapat digunakan 3-4 kali dalam sehari, bahkan boleh 6 kali kalo sesak berulang.
    Membersihannya cukup dengan: melepas tutup plastiknya, kemudian dicuci dengan air bersih. Selanjutnya dikeringkan dengan lap atau tissue kering. Setelah itu, pasang kembali.
    Tengkyu

  39. 39 Mustain 18 Oktober 2010 pukul 11:50 am

    wah blog pak dokter nih. Mantap.
    terus terang, saya adalah orang yang sangat kecewa dengan beberapa dokter di rumah sakit di Makassar. hehehehe….
    dari beberapa kali konsul dan perawatan, banyak dokter tidak memberikan info detil dan efek dari obat yang diberikan. boro2 mau memberikan label obat apa, kadang ga ngomong dengan pasien, hanya dengan residennya saja. doh doh doh. padahal sudah prof tuh.
    Kalo dokter cak moki sih mantap, makin banyak info dari dokter walau pun rada ngeri dengarnya, kan ada sisi edukatif tuh buat pasien.
    Saya penderita asma juga, dulu pernah pake berotec tapi sering batuk kalau menggunakannya, akhirnya berhenti ganti dengan ventolin, awal2 cukup bagus, tidak mengganggu apa2. cuma akhir2 ini bila pke ventolin malah bikin radang tenggorokan. entah karena faktor cuaca atau karena ventolinnya.
    selain berotec dan ventolin untuk inhaler apa lagi yah?
    terima kasih pak dokter

  40. 40 cakmoki 19 Oktober 2010 pukul 3:44 am

    @ Mustain:
    ya, saya bisa memaklumi kekecewaan penjenengan…dan juga orang lain terhadap pelayanan medis yg harus saya akui memang masih seperti itu 🙂
    Tentang obat asma, pada umumnya cocok-cocokan… jika kurang nyaman dengan berotec dan ventolin, dapat menggunakan yang lain dengan kandungan berbeda, misalnya: Symbicort, Spiriva, Seretide, Atrovent…. obat-2 tersebut memiliki komposisi yang berbeda satu sama lain.
    Semua bronkodilator dan variannya rata-rata memiliki kemungkinan efek samping yg mirip, yakni: berdebar, tremor (tangan gemetar), gelisah, kadang mulut atau tenggorokan terasa kering.

    Jika merasa nyaman dengan obat asma berbentuk inhaler, dapat mencoba salah satu dari beberapa obat tersebut di atas dan nanti akan tahu mana yg paling nyaman.
    Gak ada salahnya menggunakan obat asma dalam bentuk tablet, misalnya Euphylline retard Mite, Quibron, dan sejenisnya.
    Namun sekali lagi, pada akhirnya para pasienlah yang dapat merasakan mana yg pailing cocok.
    moga sehat selalu 🙂

  41. 41 Pasien 22 Desember 2010 pukul 5:43 am

    Assalamu’alaikum dokter.. Dokter saya mau nanya, penyakit astma itu bisa sembuh gak sih? Karena sangat menyiksa sekali. Terus ada gak hubungannya penyakit astma dengat daya ingat? Karena saya merasakan saya sekarang mudah sekali lupa. Terimakasih atas jawaban nya

  42. 42 cakmoki 22 Desember 2010 pukul 12:38 pm

    @ Pasien:
    Wa’alakumsalam,
    Asma tidak bisa sembuh total, namun bisa dikendalikan supaya gak mudah kambuh. Dan selalu menyediakan obat asma yang dirasa cocok di rumah & kemanapun bepergian.
    Asma tidak ada hubungannya dengan daya ingat… berkurangnya daya ingat pada umumnya karena cemas yg berlebihan.
    Makasih

  43. 43 natalia 24 Desember 2010 pukul 10:11 am

    cak moki pagi saya mau menanyakan kok kulit saya tiba2 mbintik merah truz jd melebar tp tidak gatal saya smpe stress mikirinya tp saya tidak demam,bintiknya ada dkt paha payudara,leher.

  44. 44 cakmoki 24 Desember 2010 pukul 1:18 pm

    @ natalia:
    Untuk mengetahui jenis penyakit kulit harus dilihat atau setidaknya melalui foto. Untuk itu, kalo berkenan silahkan kirim fotonya via email agar dapat diketahui jenis penyakitnya dan direkomendasikan obat yg tepat.
    Alamat email:
    cakmoki2006 [at] yahoo [dot] com
    Trims

  45. 45 reeza 10 Januari 2011 pukul 12:40 am

    numpang tanya cak, sy 19th, udah kena asthma sejak lama, setiap kambuh selalu ada buni ngik-ngik. 2th ini baru kenal sama inhaeler, sy pake berotec (resep dr dokter)., apa efek kalo digunakan dalam jangka panjang?, berapa maksimal dosis pemakaian(sy pernah pakai 4x sehari gara2 efekny g seharian)??

  46. 46 cakmoki 10 Januari 2011 pukul 11:38 pm

    @ reeza:
    Gak papa pake jangka panjang… efek sampingnya kadnag brasa mulut kering. Berotec inhaler boleh digunakan berulangkali kalo pas kambuh… Untuk itu, kalo suatu saat mulai sesak, sebelum bunyi ngik-ngik, sebaiknya sudah menggunakan Berotec.
    Makasih

  47. 47 Runa Van Error 5 Januari 2012 pukul 9:16 pm

    salam kenal mas
    aku juga asma nih
    abis olahraga nafas jadi sesek
    bagus ga si olahraga buat penderita asma?


  1. 1 Terimakasih kepada Kaltim Post « cakmoki Blog Lacak balik pada 11 Juni 2007 pukul 1:57 am
  2. 2 Crit « cakmoki Blog Lacak balik pada 11 Januari 2008 pukul 2:01 am

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.




Wong ndeso ™

cakmoki

Wordpress Indonesia

Silahkan baca

DISCLAIMER

web tracker

9 Desember 2009

SEMENTARA TUTUP

Maaf, sementara Blog istirahat hingga ada pemberitahuan

Harap maklum


MARI HENTIKAN KORUPSI

No Korupsi

Internet Sehat

Translator

Warga Bicara

» Makasih PLN, listrik Samarinda dah membaik, moga gak byar-pet

» Waspada Demam Berdarah

» Jangan Gunduli Palaran

» Banjir...banjir. Kapan masalah ini teratasi ?

INGA INGA INGA

» Nyeri Urat or Tulang BUKAN berarti Penyakit Asam Urat.

» Sekali lagi: Pegal, Linu Tidak Identik dengan Penyakit Asam Urat

TEMANs

9racehime | A. Fatih Syuhud | Aditiawan Chandra | A.Tajib | Agung UD | aLe | alief | alle | almascatie | Amd | Anak Peri | Anak Sultan | Anang | Anang YP | Anas | Andalas | Anggara | Anjaz | Anti Pungli | Antobilang | Anung87 | Aribowo | Arif Kurniawan | Arul | Astikirna | awan965 | axireaxi | Bambang alias HR | BatakNews | Blog Pokoke? | Biho | CalonOrangTenar | Cay | Chandra | Chielicious | chiw imudz | cK-chika | Dalamhati | Deden Nugraha | deedhoet | deKing | Desti Utami | Didats | doeytea | dnial | Edy C | Eep | Elpalimbani | erander | Evi | Fa | Fa wp | Faiq | Fertobhades | Fetro | Fortynine | Freddy | Gadis | Gaussac | Gitablu | Grandiosa | GuhPraset | GuM | Helgeduelbek | Herdy | Indonesia Kita | Indra KH | ItikKecil | iway | Jejakpena | Jennie S. Bev | Joesath | Joko Taroeb | Julee | Juli | Juliach | Junthit | Jurig | Kakilangit | Kang Adhi | Kang Kombor | Kangguru | kawaichu | Kenji | Kenzt | kikie | koecing | Kumala | Kurtubi | Kw | Laras | liezmaya | Lilik Suryanto | Lily | Linker | Lintang | Lita | Lita wp | Luthfi | MaIDeN | Majalah Dewa Dewi | Manusiasuper | Master Li | Mathematicse | macanang | mbojo | Mei | Micokelana | Mr. Geddoe | Mufti | mybenjeng | My-za | Nayla Zahra | Nayz | Ndarualqaz | Neeya | Neo Forty-Nine | Neri | Ninoy | Nieke | Nomercy | n0vri | NuDe | Om Sulis | omaigat | Ooyi | Paijo | Panca | Pandu | Panduan WP | Papabonbon | Passya | Peyek | Pinkina | Pitik | Pralangga | Prayogo | Priyadi | Qee | Raja iblis | RenjanaBiru | rivafauziah | Rivermaya | Roffi | roisZ | Rujak | Sagung | Sahrudin | Saiful Adi | SaRa | Siu | Sofi | Sora9n | Suandana | Suluh | Susiloharjo | Telmark | Thamrin | tiesmin | Triesti | Tukang Sate | Venus | Wadehel | Wahyuansyah | Wandira | Wiku | WongMangli | Wulan | Yati | Yudhipras |

:: :: :: :: :: :: :: :: ::

Kesehatan

:: Ady Wirawan :: Agus Mutamakin :: Anis Fuad :: Anis Fuad wp :: Asri Tadda :: Astri Pramarini :: Astri Pramarini (awal) :: Astri Pramarini wp :: Blog Mahasiswa FKU 2003 :: Blog Rumah Kanker :: Dani Iswara :: Dani Iswara weblog :: Dokter arek cilik :: drAnak :: drarifianto :: Dwi wp :: Elyas :: Erik Tapan :: Evy HealhtySmile :: FK Unsri :: Gies :: Gies wp :: Ginna :: Grapz :: Hendar Sunandar :: HIV News :: Huda Thoriq :: IDI Samarinda :: imcw :: Imran Nito :: Iwan Handoko :: Jhonrido :: klikharry :: Kobal :: Laksmi Nawasasi :: Mashuri :: Mave Mina :: Mbah Dipo :: Mina :: My Blogspot :: Nur Martono :: PKM Palaran :: Rara :: Rizma Adlia :: Rudy Kwang :: SenyumSehat :: Sibermedik :: SimkesUGM :: SuperKecil :: Titah :: Tito :: Tonang Ardyanto :: Tukangkomentar :: Wi :: Vina Revi :: Vina Multiply :: Yusuf Alam R :: zulharman79 ::

:: :: :: :: :: :: :: :: :: :: ::

Institusi Kesehatan

:: Depkes RI :: WHO :: WHO Indonesia :: … nyusul

:: :: :: :: :: :: :: :: ::

Kolaborasi

:: Emedicine :: ICD 10 Wikipedia :: ICD 10 Wiki Indonesia :: OSWD :: OpenWebDesign :: Pakistan Times :: Rubab :: ntar ::

Kategori

BlogTour

Arsip

Komunitas Blog

blog-indonesia.com

PAGE RANK

Powered by  MyPagerank.Net

Add to Technorati Favorites

Health Blogs - Blog Top Sites

Health

Blogs Topsites - TOP.ORG

Health Blogs - Blog Rankings

Blog directory

TopOfBlogs

Top 10 Award

Feed Burner

cakmoki Blog

Bloggerian Top Hits

My BlogCatalog BlogRank

Site Meter

Since 30 Nov 07

PENGUNJUNG

  • 5.563.062 pengintip

Asal Usul

Pebruari 2011

free counters

Translate